Pelapor dugaan gratifikasi Ganjar Pranowo ke KPK membantah bahwa laporannya memiliki motif politik, sementara pakar anti-korupsi menekankan pentingnya KPK mempertahankan independensi dalam menangani kasus tersebut.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso melaporkan mantan Gubernur Jawa Tengah yang juga mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024, Ganjar Pranowo, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menerima gratifikasi atau suap pada Selasa (05/02).
Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo dan Mahfud Md, Chico Hakim, menuding laporan itu bermuatan politik, karena baru muncul setelah wacana pengguliran hak angket disuarakan secara terang-terangan oleh Ganjar.
Ia juga menyinggung posisi Sugeng yang juga menjabat sebagai Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bogor.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengatakan apa yang dia sebut sebagai “aksi saling jegal para politisi” dalam pelaporan kasus korupsi adalah “hal yang wajar”.
Namun dia menekankan motif politik itu tidak boleh mempengaruhi independensi lembaga anti-rasuah dalam menangani kasus tersebut.
Apalagi, KPK kerap dianggap tak objektif dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan politisi, sehingga masyarakat sering mempertanyakan independensi KPK.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, menegaskan bahwa KPK tidak pernah memandang unsur politik terkait laporan yang mereka terima. Ia juga membantah ada pendahuluan laporan yang dilayangkan Sugeng terhadap Ganjar Pranowo.
“Kacamata kami sama dengan laporan lainnya, akan dianalisis dari sisi hukum semata,” ungkapnya.
Apa kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Ganjar Pranowo?
Selain Ganjar, IPW juga melaporkan Direktur Utama Bank Jateng periode 2014-2023, Supriyatno, atas kasus yang sama. Gratifikasi itu, kata Sugeng, memiliki nilai total yang diduga mencapai hingga Rp100 miliar.
“IPW melaporkan adanya dugaan penerimaan gratifikasi dan atau suap yang diterima oleh Direksi Bank Jateng dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng. Jadi istilahnya ada cashback,” kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Sutanto, kepada awak media.
Sugeng mengatakan bahwa ia menduga Ganjar Pranowo menerima gratifikasi berupa cashback dari perusahaan-perusahaan asuransi yang memberikan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng.
Cashback tersebut diperkirakan jumlahnya 16% dari nilai premi dan dialokasikan kepada tiga pihak dalam kurun waktu 2014-2023.
Pembagiannya dirincikan menjadi 5% bagi operasional Bank Jateng, 5,5% untuk pemegang saham Bank Jateng yang terdiri dari pemerintah daerah dan 5,5% diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah, yakni Ganjar Pranowo alias GP.
“Itu diduga terjadi dari 2014 sampai 2023. Kalau dijumlahkan semua, mungkin lebih dari Rp100 miliar untuk yang 5,5 persen tuh. Karena itu tidak dilaporkan, ini bisa diduga tindak pidana,” kata Sugeng.
“Saya tidak pernah menerima pemberian atau gratifikasi dari yang dia tuduhkan,” kata Ganjar, seperti dikutip oleh detik.com pada Rabu (06/03).
Menurut penjelasan yang tertera dalam UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 12B, gratifikasi diartikan sebagai pemberian yang meliput uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan gratis dan fasilitas lainnya.
Berdasarkan undang-undang tersebut, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya merupakan tindak pidana.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, membenarkan bahwa laporan dari IPW tersebut sudah diterima oleh KPK. Ia mengatakan KPK akan terlebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data yang terdapat dalam laporan tersebut.
“KPK juga secara proaktif akan menelusuri dan melakukan pengumpulan berbagai keterangan dan informasi tambahan untuk melengkapi aduan yang dilaporan.
“Apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Ali kepada BBC News Indonesia.
Apakah laporan IPW bemuatan politik?
Jubir TPN Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, mengatakan bahwa pihaknya curiga bahwa laporan yang diajukan oleh Sugeng Teguh Santoso memiliki motif politik. Sebab, waktu pengajuan yang ditentukan oleh IPW beriringan dengan wacana hak angket.
“Pak Ganjar adalah orang yang begitu vokal dan pertama kali menyuarakan wacana pengguliran hak angket,” ungkap Chico kepada BBC News Indonesia.
“Yang kedua, kita melihat dari latar belakang pelapor, yaitu Pak Sugeng yang ternyata juga adalah anggota dari Partai Solidaritas Indonesia atau PSI,“ ujarnya kemudian.
ia juga mempertanyakan mengapa laporan dugaan gratifikasi yang ditemukan oleh IPW 10 bulan yang lalu baru diberikan kepada KPK saat hak angket sedang ramai diperbincangkan.
“Tentunya momentum sekarang ini masih dalam tahapan pemilu dan seperti kita ketahui, Pak Ganjar adalah salah satu calon presiden yang sedang berkontestasi. Dan tahapan pemilu ini belum selesai, masih dalam penghitungan suara,“ katanya.
Sugeng Teguh Santoso dari IPW membantah tudingan motif politik yang ditujukan padanya, seraya menegaskan bahwa IPW tidak pernah mengomentari atau memihak pada kelompok politik tertentu.
Ia beralasan, sebelumnya, IPW telah membongkar sejumlah kasus korupsi lainnya, seperti dugaan perkara suap eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, dan pemeriksaan terhadap mantan ketua KPK, Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“IPW tidak pernah mengomentari, berpendapat, berpihak atas aksi-aksi politik partai-partai. Jadi, kami tidak ada urusannya dengan hak angket,“ kata Sugeng kepada BBC News Indonesia pada Kamis (07/03).
Sugeng mengaku tudingan politisasi itu “sah dan halal“ karena posisinya sebagai Ketua IPW sekaligus Ketua DPP PSI Bogor. Namun, ia menegaskan bahwa statusnya sebagai anggota PSI tidak memengaruhi keputusannya untuk melaporkan Ganjar Pranowo atas dugaan gratifikasi.
“Waktu itu saudara Ganjar sedang dalam proses tahap pencalonan sebagai capres. Kami tidak mau menganggu, menghalangi hak politik. Justru kalau kami laporkan waktu itu, kalau disebut politis, tidak bisa dibantah oleh kami. Kami menunggu,” dalih Sugeng.
Apa kata pengamat anti-korupsi dan KPK?
Pakar anti-korupsi dari PUKAT-UGM, Zaenur Rohman, mengatakan bahwa sah-sah saja jika masyarakat memandang laporan yang dilakukan Sugeng Teguh Santoso sebagai tindakan yang bermuatan politik.
“Itu bukan suatu hal yang perlu dikhawatirkan. Misalnya aktor-aktor politik itu saling berkompetisi dan kemudian mereka saling lapor, itu suatu hal yang merupakan sebuah keniscayaan dalam politik.
Menurut Zaenur, yang terpenting adalah kuat atau tidaknya barang bukti yang diberikan dalam pelaporan kasus tersebut.
“Orang bisa punya motif apapun ketika melaporkan sebuah dugaan tindak pidana. Tetapi apakah ada alat bukti yang dimiliki oleh pelapor atau tidak. Pelapor menurut saya sah-sah saja ketika misalnya punya motif politik,“ jelas Zaenur.
Namun, hal yang paling penting, menurut Zaenur, adalah lembaga penegak hukum yang harus bersikap independen dan obyektif dalam memproses kasus tersebut, dalam hal ini KPK.
“Selama bukan aparat dan institusi penegak hukum yang bermain politik. Maka muatan politik dalam sebuah laporan dugaan tindak pidana itu bukan suatu hal yang perlu dikhawatirkan,“ ujarnya.
Zaenur menilai bahwa KPK dianggap bermasalah dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan politisi. Oleh karena itu, masyarakat sering mempertanyakan independensi KPK.
“Masalahnya publik mulai mempertanyakan independensi KPK setelah KPK ditempatkan dalam rumpun kekuasaan eksekutif setelah revisi undang-undang KPK,“ katanya.
Ketika ditanya apakah ada jaminan yang memastikan bahwa KPK dapat menjalankan tugasnya sebagai lembaga anti-rasuah tanpa campur tangan politik, Zaenur mengatakan hal tersebut tidak ada.
Oleh karena itu, pengawasan oleh masyarakat sekaligus Dewan Pengawas menjadi krusial agar KPK berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa tidak ada prioritas penyelesaian bagi laporan yang dilayangkan IPW dan akan diperlakukan sama dengan laporan-laporan lainnya yang diterima KPK dari masyarakat.
Ia juga menegaskan bahwa apabila aduan tersebut menjadi kewenangan KPK tentu akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Sejak KPK ada sampai hari ini telah memiliki mekanisme tindak lanjut laporan masyarakat. Jadi tentu kami tidak pernah memandang dari sisi politik maupun latar belakang sosial lainnya,“ ungkap Ali. https://kasikan12.com/