Jakarta, CNBC Indonesia – Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50%. The Fed juga mengisyaratkan untuk memangkas suku bunga sebanyak tiga kali tahun depan. Keputusan The Fed menahan suku bunga ini merupakan yang ketiga kalinya dalam tiga pertemuan terakhir.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, kabar tersebut membawa dampak positif bagi pasar modal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebab, hal tersebut akan mengembalikan arus modal asing masuk ke pasar modal Tanah Air.
“The Fed ini juga good. Ini jadi bisa menandakan inflow juga ke pasar obligasi terutama maupun pasar modal. Secara umum seperti itu,” ujarnya saat dihubungi oleh CNBC Indonesia, Jumat (15/12).
Nafan memperkirakan, perekonomian Indonesia ke depan akan terus membaik sehubungan dengan penerapan kebijakan dari bank sentral Amerika Serikat tersebut. Bahkan, dengan kebijakan The Fed yang lebih bersahabat dapat mengerek perekonomian di sektor riil.
“Kembali juga ke perekonomian riil yang akan diterapkan di negara maju berpotensi akan memperbaiki kinerja perekonomian mereka yang memang pada waktu itu cenderung lambat sehubungan dengan penerapan agresif tapering policy. Ini akan positif untuk emerging market terutama,” jelasnya.
Sementara, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan, kebijakan yang diambil oleh The Fed merupakan harapan para pelaku pasar dunia, termasuk investor pasar modal Indonesia. Sebab, hal itu dapat memberikan kepastian dan memberi sinyal bahwa inflasi di negara Paman Sam mulai terkendali.
Bahkan, kata Nico, jika The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga maka dapat berdampak pada fenomena window dressing yang akan terjadi pada akhir tahun ini salah satunya bergantung pada keputusan The Fed.
“Jangan terlena tapi boleh kita katakan bahwa bulan ini jadi atau tidaknya (kebijakan penurunan) window dressing tergantung sama The Fed,” sebutnya.
Sebagai informasi, Keputusan The Fed mempertahankan suku bunganya juga sejalan dengan ekspektasi pasar. Sebagai catatan, The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli tahun ini sebelum menahannya pada September, November, dan Desember 2023.
Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers, Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, mengatakan jika inflasi sudah bergerak sesuai keinginan The Fed.
Namun, dia mengingatkan jika inflasi masih tinggi. Dia mengingatkan jika upaya menurunkan inflasi ke target mereka yakni 2% bisa berubah dan masih belum pasti.
“Inflasi sudah melandai dari titik puncaknya tetapi tidak disertai dengan kenaikan signifikan pengangguran Ini adalah kabar yang sangat baik. Namun, inflasi masih terlalu tinggi,” tutur Powell, dikutip dari CNBC International.
Inflasi AS sudah turun jauh dari 9,1% (year on year/yoy) pada Juni 2022 menjadi 3,1% (yoy) pada November 2023. Inflasi semakin mengarah ke target sasaran The Fed yakni 2%. Tingkat pengangguran AS masih sulit turun tajam dan angkanya masih bergerak di 3,7% pada November 2023, hanya naik tipis dibandingkan akhir tahun lalu yakni 3,5%.
Pertumbuhan ekonomi AS juga masih sangat kencang yakni di angka 4,9% hingga September 2023. Melandainya inflasi AS membuat pelaku pasar kini mulai berekspektasi jika The Fed mulai akan memangkas suku bunga pada Maret tahun depan.
Dalam konferensi pers, Powell menjelaskan jika pembicaraan pemangkasan suku bunga memang sudah ada dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini. Pernyataan Powell ini jauh lebih lunak dibandingkan pada pertemuan November lalu di mana dia menegaskan masih terlalu premature memikirkan pemangkasan suku bunga.
“Itu (pemangkasan) mulai ada dalam pandangan kami dan menjadi topik diskusi kami,” ucapnya. https://surinamecop.com/